DALAM RINTIHAN SESAL CHAPTER 2

Minggu, 25 Februari 2018

DALAM RINTIHAN SESAL CHAPTER 2


Beberapa saat kemudian acara pun dimulai. Satu per satu anak mulai memperlihatkan kemampuannya di depan para penonton. Semua terlihat sangat senang. Tapi ada satu orang yang duduk melamun di belakang panggung dengan wajah lesu.
            “Kamu kenapa Syeil, kok lesu gitu sih? Bentar lagi kamu tampil lho, “
            “Oh iya ada apa? Maaf, tadi kamu bilang apa? Aku nggak begitu denger, “
            “Sudah aku duga lamu melamun. Iya kan? “
            “Enggak kok. Tadi cuman lagi nggak konsen aja lagi, “
            “Alah jangan boong deh! Aku itu sudah kenal kamu lama tahu. Kalau ada masalah cerita dong! “
            “Begini ki..........................” belum sempat ia mengutarakan isi hatinya pada Kiky, pembawa acara sudah memanggilnya untuk tampil.
            “Acara selanjutnya adalah pembacaan puisi oleh siswa yang paling cantik dan lembut di SMA Seka Jaya. Oleh karena itu mari kita sambut Syeilla Dee......li............ka!!!!!! “ sambut pembawa acara.
            “Syeilla......Syeilla.........Syeilla..............” sorak-sorai para penonton yang notabennya para teman Syeilla yang dapat kesempatan jadi penonton.
            “Eh Ki aku sudah dipanggil tuh. Ceritanya nanti aja ya? “
            “Oke. Semangat ya! “
            “Pasti, “                             
            Syeilla pun memasuki panggung. Mulailah dibacanya puisi yang dibuat khusus untuk sang ayah yang belum kunjung datang. Suasana mulai hening seketika.

AYAH

Kaulah permata yang berkilauan
Berikan cahaya terang di setiap kegelapan
Hadir mendampingiku yang hidup tanpa seorang ibu
Mencurahkan segala kasih sayang yang setulus-tulusnya
Yang takkan pernah terkira

Kaulah satu-satunya harta yang paling berharga
Selayaknya hembusan nafas dan separuh jiwa yang melekat dalam raga
Yang menjadi seulur kata yang mengisi lubang lubang jiwa

Berjuta kasih sayang yang tercurah dalam sanubariku hanya untukmu
Malaikat yang hadir dalam untaian nafasku
Satu jiwa yang memberi arti segalanya
Dan hanya satu untuk selamanya

Ayah................
Mungkin kau tak pernah peduli
Betapa besar rasa sayangku ini padamu ayah
Tak terukur dalam dan luasnya
Dan takkan habis sampai kapanpun juga

Ayah,
Mungkin ku memang tak bisa jadi apa yang kau pinta
Tak layak menjadi sesuatu yang kau banggakan
Namun aku akan selalu berusaha memberikan apapun yang ku punya asal kau bahagia
Meski haruslah usai semua jalinan cerita

Tiadalah sosok lain yang mampu menggantikanmu dalam hidupku, ayah
Bagaikan siput yang hanya memiliki satu cangkang
Yang tak dapat terganti meski dengan pahatan emas bertabur permata
Karna kaulah satu-satunya yang paling kusayang sekarang ataupun nanti sampai aku mati

Ayah,
Terima kasih atas segala yang kau berikan
Maaf jika ku tak bisa membalasnya
Karna segala yang ku berikan tak sebesar apa yang kau korbankan

            Semua yang hadir terharu mendengar puisi yang Syeilla utarakan. Butir-butir air mata membasahi pipi mereka. Tepuk tangan yang amat keras menandakan kepuasan yang begitu besar. Begitu pula Syeilla, air matanya mengalir begitu deras. Tapi tiba-tiba ada yang membuat dirinya begitu bahagia. Saat ia melihat penonton bertepuk tangan, dilihatnya sosok sang ayah yang ada di barisan paling depan. Hal itu membuat bunga-bunga kebahagiaan terpancar jelas dari raut mukanya. Ia tak meyangka dan merasa ini mimpi.
            “Ya Allah benarkah ini? Apa hanyalah mimpi semata? Jika iya ku rela tak bangun untuk selama-lamanya, ”masih tak percaya dan mencoba mencubit pipinya.
            “Au sakit. Berarti ini bukan mimpi. Terima kasih ya Allah kau telah mengabulkan doaku ini, “senyumnya pun merekah sambil tanpa ia sadari butir demi butir aliran kebahagiaan mengalir di pipinya. Selama belasan tahun dia telah menanti hal ini terjadi.
Tak kuasa ia menahan bendungan air  matanya yang akhirnya mengalir bersama perasaan bahagianya. Syeilla tak menyangka ayahnya ada dihadapannya sekarang menyaksikan dirinya. Ia pun tersenyum kepada pria tersebut yang hanya memperlihatkan wajah tanpa ekspresi. Syeilla menuruni panggung untuk menemui ayahnya, tetapi belum ia sampai, ayahnya berjalan pergi meninggalkannya. Ia mengajar ayahnya hingga ayahnya terhenti dan membalikkan badannya.
“ Kenapa kamu mengikuti ayah?” tanya ayahnya.
“Sheilla hanya ingin tau, apa ayah senang dengan puisi yang aku bacakan tadi? Aku membuat puisi itu untuk ayah. Aku juga melimpahkan semua perasaanku didalamnya. Puisi...”
“Apa yang kamu katakan, Sheilla? Kamu hanya membuang-buang waktu ayah dengan celotehanmu yang tak berguna. Ayah hadir hanya untuk berpartisipasi sebagai komite sekolah. Kamu justru mempermalukan ayah, bagaimana kamu bisa membacakan puisi berjudul ayah di hari ibu?” kata ayahnya.
Ayahnya pergi meninggalkan Sheilla yang termenung. Perasaan senangnnya bercampur aduk dengan kekecewaan yang mendalam. Hatinya terasa seperti tertusuk pedang yang menggores bagian terdalam hatinya. Kakinya lemas tak mampu menahan beban tubuhnya hingga ia pun terjatuh. Ia hanya mampu terduduk di tanah sembari termenung.
Kiky yang baru datang terheran-heran melihat wajah Sheilla. Sheilla berdiri dan pergi tanpa menghiraukan Kiky yang ada disampingnya.


Bersambung.....

0 komentar :

Posting Komentar